Rabu, 31 Maret 2010

Catatan Sederhana Tentang Syi`ah Rafidhoh

Berawal dari sebuah permintaan sahabat dari Yogyakarta, semoga bermanfaat untuk yang lainnya

Permintaannya kurang lebih sebagai berikut:

Assalaamu'alaikum wr. wb..
Tolong Aku diberi penjelasan ttg antitesis keyakinan kaum syi'ah. Familiku ada yang nyrempet-nyrempet ikut mereka.

Catatan Sederhana Tentang Syi`ah Rafidhoh

Akan berpecah belah umatku menjadi 73 golongan, semuanya masuk neraka kecuali satu, sahabat bertanya, "siapa yang satu itu?" Rasulullah menjawab: Siapa yang berada di atas jalanku dan sahabatku (HR.Ahmad). Ulama berbeda pendapat, syi`ah rafidhoh masuk ke 72 golongan yang disebut di hadist di atas atau tidak. Karena hakekatnya 72 golongan yang dimaksud hadist yg masuk neraka adalah bagian kaum muslimin, artinya ulama ada yg mengatakan syi`ah bukan Islam atau kafir. Ada beberapa alasan ilmiah knp syi`ah di katakan telah kafir:
1. Mereka telah mengingkari Al-Qur`an. Al-Qur`an yang ada sekarang ini tdk asli, mereka meyakini akan datang imam penolong mereka yg akan datang dengan membawa kitab yg asli yg mrk sebut dengan Mushaf Fatimah yg 3 kali lebih tebal dari Qur`an yg skrng. Di dalam kitab Al-Kaafi (yang kedudukannya di sisi mereka seperti Shahih Al-Bukhari di sisi kaum muslimin), karya Abu Ja’far Muhammad bin Ya’qub Al-Kulaini (2/634), dari Abu Abdullah (Ja’far Ash-Shadiq), ia berkata : “Sesungguhnya Al Qur’an yang dibawa Jibril kepada Muhammad (ada) 17.000 ayat.”
Di dalam Juz 1, hal 239-240, dari Abu Abdillah ia berkata: “…Sesungguhnya di sisi kami ada mushaf Fathimah ‘alaihas salam, mereka tidak tahu apa mushaf Fathimah itu. Abu Bashir berkata: ‘Apa mushaf Fathimah itu?’ Ia (Abu Abdillah) berkata: ‘Mushaf 3 kali lipat dari apa yang terdapat di dalam mushaf kalian. Demi Allah, tidak ada padanya satu huruf pun dari Al Qur’an kalian…’.”
(Dinukil dari kitab Asy-Syi’ah Wal Qur’an, hal. 31-32, karya Ihsan Ilahi Dzahir).

2. Mereka telah menghina para sahabat.
Mereka mengatakan: sahabat sepeninggal Nabi dalam keadaan murtad kecuali beberapa orang saja, Ali dan keluarganya, Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifari, dan Salman Al-Farisi. Bahkan mereka laknat Abu Bakr dan Umar dalam wiridnya Ya Allah, semoga shalawat selalu tercurahkan kepada Muhammad dan keluarganya, laknatlah kedua berhala Quraisy (Abu Bakr dan Umar), setan dan thaghut keduanya, serta kedua putri mereka…(yang dimaksud dengan kedua putri mereka adalah Ummul Mukminin ‘Aisyah dan Hafshah).Penghinaan para sahabat berarti menghina Rasulullah dan menghina Rasulullah berarti merendahkan Allah sebagaimana Hadist "...barang siapa menyakiti mereka (sahabat) berarti menyakitiku, barang siapa menyakitiku berarti menyakiti Allah...." (HR. Tirmidzi). Rasulullah juga bersabda,"Janganlah engkau mencaci maki sahabatku....."(HR.Muslim). Dan mencaci maki sahabat berarti telah menafikkan ayat Allah dalam surat At-taubah ayat 100. Allah memuji para sahabat dengan Radliallahu`anhum.

3. Mereka telah ghuluw(berlebihan) kepada sebagian sahabat
Mereka berlebihan kepada Ali, Hasan dan Husaen yg pada dasarnya justru mereka telah menghikan ketiganya. Bahkan mereka mengatakan Jibril telah salah memberikan wahyu kepada Muhammad.

4. mereka berperan menjadikan sejarah kaum muslimin kelam
Syi`ah dirintis oleh seorang Yahudi munafiq bernama Abdullah bin Saba`. Darinyalah muncul beberapa tragedi, mulai dari terbunuhnya Ustman hingga terjadinya peristiwa karbala. mereka putar balikkan fakta sejarah dan menuduh Mu`awiyah sebagai penjahat munafiq. Dan sejarah itu beredar dikalangan kaum muslimin termasuk di sekolah-sekolah. Dalam bab Tariq kurikulum kita, buku-buku, ustadz yg notabene bukan syi`ah pun telah termakan subhat kesasatn rafidhoh. Sehingga dalam konteks pertikaian Ali dan Mu`awiyah masyarakat kita menuduh dan memojokkan Muawiyah ebagai orang yang paling bersalah. Padahal menurut aqidah yg haq aqidah ahlussunnah adalah keduanya sama benarnya . Adapun dalam ijtihadiyah yg benar mendapat 2 pahala dan yang salah dapat 1 pahala dan dalam konteks ijtidaiyah ini Ali dianggap yg lebih benar Allahuta`aala a`lam.

Ini tiga hal yg menyebabkan mereka syiah rafidhoh telah keluar dari Islam, masih banyak penyimpangan lainnya seperti nikah mut`ah, bid`ah asyuro dll. Bahkan ada yg kita tdk sadri kita sering mengamalkan ibadah mereka. MAULID NABI. peringatan ini adalah peringatan bid`ah. orang katakan maulid nabi adalah ide Sholahudin Al-Ayubi untuk memotifasi semangat tentaranya dalam perang salib. Padahal sesungguhnya yg terjadi Maulid Nabi pertama kali di adakan oleh sebuah kelompok sekte dari Syi`ah khoromitoh yg bernama sekte Fatimiyah penguasa mesir kala itu. Mereka membuat beberapa maulid, ada maulid nabi, maulid ali, maulid Fatimah dan maulit ulama mereka. Justru Sholahudin Al-Ayubi yang menghancurkan pemerintahan dan peradapan mereka.

Mungkin ini sederhana Gung tapi ini rangkuman dari beberapa Kitab rujukan yang ditulis oleh ulama sunnah. Dan sebagai kesimpulan tak tulisin beberapa perkataan ulama tentang syia`h

1. Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Aku telah bertanya kepada ayahku, siapa Rafidhah itu? Maka beliau menjawab: ‘Mereka adalah orang-orang yang mencela Abu Bakr dan ‘Umar’.”

2. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata “Asal Ar-Rafdh ini dari munafiqin dan zanadiqah (orang-orang yang menampakkan keislaman dan menyembunyikan kekafiran, pen). Pencetusnya adalah Abdullah bin Saba’ Az-Zindiq. Ia tampakkan sikap ekstrim di dalam memuliakan ‘Ali, dengan suatu slogan bahwa ‘Ali yang berhak menjadi imam (khalifah) dan ia adalah seorang yang ma’shum (terjaga dari segala dosa, pen).”

3. Al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Aku tidak melihat dia (orang yang mencela Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Aisyah) itu orang Islam.”

4. Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri ketika ditanya tentang seorang yang mencela Abu Bakr dan ‘Umar, beliau berkata: “Ia telah kafir kepada Allah.” Kemudian ditanya: “Apakah kita menshalatinya (bila meninggal dunia)?” Beliau berkata: “Tidak, tiada kehormatan (baginya)….”

5. Al-Imam Malik berkata “Mereka itu adalah suatu kaum yang berambisi untuk menghabisi Nabi namun tidak mampu. Maka akhirnya mereka cela para shahabatnya agar kemudian dikatakan bahwa ia (Nabi Muhammad ) adalah seorang yang jahat, karena kalau memang ia orang shalih, niscaya para shahabatnya adalah orang-orang shalih.”

6. Al-Imam Asy-Syafi’i berkata: “Aku belum pernah tahu ada yang melebihi Rafidhah dalam persaksian palsu.”

Daftar pustaka
1. Al-Fishal Fil Milali Wal Ahwa Wan Niha karya Ibnu Hazm
2. Al-Milal Wan Nihal karya Asy-Syihristani
3. Ash-Sharimul Maslul ‘Ala Syatimir Rasul karya Ibnu Taimiyah
4. Minhajul sunnah karya Ibnu taimiyah
5. majmu Fatawa karya Inbu Taimiyah
6. dll

Wallahu a`lam

Rabu, 25 Juni 2008

DZIKIR BERJAMA`AH, MENGERASKAN SUARA DAN MENYAPU MUKA SELESAI BERDO`A

Setiap tindakan yang berkenaan dengan ibadah harus mengikuti sunnah Rasulullah, sebagaimana hadist barang siapa mengerjakan amal yang bukan berasal dariku maka tertolak (hadist shahih riwayat muslim). Mengusap tangan selesai sholat maupun do`a tidak ada keterangan dari rasulullah, adapun beberapa hadist yang ada sangat lemah berikut hadistnya:
1. Hadits Umar, “Adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila mengangkat kedua tangannya saat berdo’a beliau tidak menurunkannya hingga mengusap wajahnya dengan keduanya.” Hadits ini dikeluarkan oleh At Tirmidzi dalam Sunannya 2/244, namun di dalam sanadnya terdapat seorang rawi Hammad bin Isa Al Juhaniy. Dikatakan oleh Ibnu Ma’in: Syaikhun sholeh, oleh Abu Hatim: dho’iful hadits, dan oleh Abu Daud: ia meriwayatkan hadits-hadits munkar. Serta didho’ifkan pula oleh Ad Daruquthni.
2. Hadits dari Saib bin Yazid dari bapaknya bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila berdo’a beliau mengangkat kedua tangannya lalu mengusap wajahnya dengan keduanya.” Hadits ini dikeluarkan oleh Abu Daud dalam Sunannya no. 1492. Di dalam sanad haditsnya ada rawi yang bernama Hafs bin Hasyim keadaannya majhul (tidak diketahui) dan ada Ibnu Lahi’ah yang dho’if.
3. Hadits Ibnu Abbas, “Apabila kamu telah selesai berdo’a, maka usaplah wajahmu dengan keduanya (kedua tangan).” Hadits ini dikeluarkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah, tetapi pada sanadnya ada rawi yang bernama Sholeh bin Hasan, munkarul hadits seperti kata Al Bukhori. Adapun An Nasa`i beliau mengatakan tentangnya, “Matrukul hadits.”
Dari uraian di atas maka jelaslah hadits-hadits dalam masalah ini sangat lemah. Meski banyak, hadits-hadits itu tidaklah saling menguatkan karena kedho’ifannya yang sangat. Untuk lebih terperincinya lihat Irwa`ul Ghalil: 2/ 178-179.
Adapun syeihk Ibnu Taimiyah berkata:
“Seorang yang berdo’a tidak boleh mengusap wajahnya dengan kedua tangannya, karena mengusapnya dengan kedua tangan adalah ibadah, butuh kepada dalil yang shohih yang menjadi hujjah bagi seseorang di sisi Allah bila ia mengamalkannya. Adapun hadits dho’if, maka tidaklah kokoh untuk dijadikan hujjah.” (Dari Syarhul Mumthi: 4/54).
Adapun ddzikir dengan suara keras banyak sekali hadits-hadits shahih yang melarang berdzikir dengan suara yang keras, sebagaimana hadits Abu Musa Al-Asy'ari yang terdapat dalam Shahihain yang menceritakan perjalanan para shahabat bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Abu Musa berkata : Jika kami menuruni lembah maka kami bertasbih dan jika kami mendaki tempat yang tinggi maka kami bertakbir. Dan kamipun mengeraskan suara-suara dzikir kami. Maka berkata Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam.

"Artinya : Wahai sekalian manusia, berlaku baiklah kepada diri kalian sendiri. Sesungguhnya yang kalian seru itu tidaklah tuli dan tidak pula ghaib. Sesunguhnya kalian berdo'a kepada Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat, yang lebih dekat dengan kalian daripada leher tunggangan kalian sendiri".

Kejadian ini berlangsung di padang pasir yang tidak mungkin mengganggu siapapun. Lalu bagaimana pendapatmu, jika mengeraskan suara dzikir itu berlangsung dalam masjid yang tentu mengganggu orang yang sedang membaca Al-Qur'an, orang yang 'masbuq' dan lain-lain. Jadi dengan alasan mengganggu orang lain inilah kita dilarang mengeraskan suara dzikir.

Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Wahai sekalian manusia, masing-masing kalian bermunajat (berbisik-bisik) kepada Rabb kalian, maka janganlah sebagian kalian men-jahar-kan bacaannya dengan mengganggu sebagian yang lain.

Al-Baghawi menambahkan dengan sanad yang kuat.
"Artinya : Sehingga mengganggu kaum mu'minin (yang sedang bermunajat)".
Selain itu dalam surat Al-A`rof ayat 205 Allah berfirman "Dan sebutlah nama Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan dengan rasa takut dan tidak mengeraskan suara di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai".
Adapun berdzikir dengan berjamaah dengan dipimpin satu suara tidak terdapat satu hadistpun yang menjelaskannya

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Kitab Al Fatawa Al Kubra 2/132 mengatakan, “Tidak ada seorang pun yang mengabarkan bahwa setiap Nabi SAW selesai mengerjakan shalat dengan para sahabat, beliau berdo’a bersama – sama dengan mereka”

Para salafus shalih yang oleh Rasulullah SAW dikatakan sebaik – baiknya generasi dari golongan sahabat, tabi’in dan para pengikutnya, mereka mengingkari terhadap siapa saja yang melakukan dzikir secara berjama’ah :
    • Ibnu Wadhdhah dalam Kitab Ma Ja’a Fi Al Bida’ hlm. 54 telah meriwayatkan dengan sanad sampai kepada Abu Utsman Al Hindi, ia berkata, “Seorang pegawai menulis surat kepada Umar bin Khaththab, yang isinya, ‘Di suatu tempat ada suatu kaum yang berkumpul dan mereka berdo’a untuk kebaikan kaum muslimin dan para pemimpin’. Maka Umar pun membalas surat tersebut seraya mengatakan, ‘Temuilah mereka (3x)’, kemudian ia berkata kepada penjaga pintu, ‘Siapkan Cambuk’, maka ketika mereka masuk, Umar menyambut pemimpin mereka dengan cambukan”
    • Ad Darimi dalam Kitab As Sunan 1/67-69, Ibnul Jauzy dalam Kitab Talbis Iblis hlm. 16-17 dan As Suyuti dalam Kitab Al Amru bi Al Ibtida’ hlm. 83 – 84 diriwayatkan oleh Al Bukhtari, dia berkata, “Seorang laki – laki mengabarkan kepada Ibnu Mas’ud bahwa ada satu kaum sedang berkumpul dalam mesjid setelah melaksanakan shalat maghrib, seorang dari mereka berkata, ‘Bertakbirlah kalian semua kepada Allah seperti ini …, bertasbilah kepadaNya seperti ini …, dan bertahmidlah kepadaNya seperti ini …, … maka beliau (Ibnu Mas’ud) mendatangi mereka seraya berkata, ‘Dan demi Allah yang tiada ilah melainkan Dia, sungguh kalian telah datang dengan perkata bid’ah yang keji, atau kalian telah menganggap lebih mengetahui daripada sahabat nabi’”.

Jelas sudah bahwa hal-hal tersebut bukan perintah dari rasulullah dan merupakan perbuatan yang mengada-ada. Wallahu ta`ala a`lam

Senin, 16 Juni 2008

Bolehkah Berlaku Curang Dalam Ujian

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah boleh berlaku curang dalam ujian, terutama dalam materi bahasa inggris yang dianggap tidak ada manfaatnya bagi para siswa?

Jawaban
Tidak boleh melakukan kecurangan dalam ujian, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda.

“Artinya : Barangsiapa mencurangi kami maka bukan dari golongan kami” [Hadits Riwayat Muslim, kitab Al-Iman no 101]

Lagi pula, hal itu mengandung madharat bagi umat, sebab jika para pelajar telah terbiasa berbuat curang, maka standard keilmuan mereka lemah, shingga secara umum umat ini tidak mapan peradabannya dan membutuhkan orang lain, dan tentunya dengan begitu kehidupan umat ini menjadi kehidupan yang sulit. Maka tidak ada perbedaan antara materi bahasa inggris dan materi lainnya, karena masing-masing materi itu memang dituntut dari para pelajar.

Adapun pernyataan penanya bahwa materi tersebut tidak bermanfaat, sama sekali tidak benar, karena terkadang materi itu memiliki manfaat yang besar. Bagaimana menurut anda, jika anda hendak mengajak suatu kaum untuk memeluk Islam sementara mereka hanya bisa berbahasa inggris? Bukankah dalam hal ini bahasa inggris sangat bermanfaat? Betapa banyak kondisi di mana kita berharap menguasai suatu bahasa yang bisa saling dimengerti bersama lawan bicara kita.

[Kitan Ad-Dakwah (5), Syaikh Ibnu Utsaimin 2/61]

Kamis, 29 Mei 2008

HADIAH BACAAN AL-QUR`AN & YAASIIN UNTUK MAYIT

Sudah menjadi hal yang biasa, bahkan syariat dibacakannya Al-Qur`an untuk dihadiahkan kepada mayit menjadi akar budaya yang susah dihilangkan. Banyak pembelaan dilakukan untuk membenarkan ritual tersebut mulai oleh para ulama dan juga masyarakat awam atas dasar pelestarian dan penghormatan terhadap hasil peradapan.

Sebagai seorang muslim yang berpegang terhadap keyakinan ahlussunnah wal jama`ah, sudah sepantasnya tidak kemudian taqlid—mengikuti aturan yang tidak bersumber dari Al-Qur`an dan Al-Hadist itu. Allah subhanahu wata`ala berfirman dalam surat An-Najm : 38-39 yang artinya “Bahwa seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan bahwasanya manusia tidak akan memperoleh (kebaikan) kecuali apa yang telah ia usahakan


Imam Syafi`I rahimahullah mengambil kesimpulan dari ayat ini bahwa bacaan Qur’an tidak akan sampai hadiah pahalanya kepada orang yang telah mati. Karena bacaan tersebut bukan dari amal dan usaha mereka.

Rasulullah salallahu alaihi wassalam tidak pernah memerintahkan hal tersebut, hal ini bisa disimpulkan karena tidak ada nash (dalil yang tegas dan terang) dan tidak juga dengan isyarat (sampai-sampai dalil isyarat pun tidak ada).Tidak pula ditemukan perbuatan atau riwayat dari seorangpun shahabat bahwa mereka pernah mengirim bacaan Qur’an kepada orang yang telah mati).

Bacaan Qur`an adalah peringatan bagi manusia yang masih hidup sebagaimana yang difirmankan Allah subhanahu wata`ala dalam surat Yaasiin ayat 70, dan juga sebagai petunjuk sebagaman tertuang dalam surat Al-Baqarah ayat 2

Adapaun menghadiahkan bacaan Al-Qur`an untuk kerabat, orang tua, atau siapa saja supaya mendapat kebaikan dari amalan bacaan tersebut sama hukumnya dengan menghadiahkan kepada mayit. Jelas hal ini bertentangan dengan Al-Qur`an surat An-Najm : 38-39.

Kesimpulannya, apapun bacaan Al-Qur`an yang kita baca (Al-fatihah, Al-Ikhlas, Al-falaq, An-naas dan Yaasiin) kebaikannya tidak akan sampai kepada orang lain dan apabila kita berniat membacanya untuk menghadiahkannya kepada orang lain (masih hidup/sudah mati) adalah kesesatan dan tindakan bathil.



Hadist-hadist Tentang Fadhilah Membaca Surat Yaasiin

Hadist pertama

“Barangsiapa membaca surat Yaasiin karena mencari keridhaan Allah Ta’ala, maka Allah akan mengampunkan dosa-dosanya yang telah lalu. Oleh karena itu, bacakan-lah surat itu untuk orang yang akan mati di antara kalian”. HR. Al-Baihaqi

Hadist di atas lemah karena diantara sanadnya ada perawi yang tidak diketahui dengan jelas dan pasti. Hadist semacam ini disebut hadist mubham dan hadist mubham merupakan hadist lemah. Selanjutnya disebutkan dalam sanad hadist ini dari Abu Ustman dan bapaknya, Abu Ustman dan bapaknya tidak dikenal oleh ahli hadist, sehingga hadist semacam ini tergolong maj-hul (tidak diketahui) sehingga hadist semacam ini lemah.

Hadist kedua

Barangsiapa menziarahi kubur kedua orang tuanya setiap Jum’at dan membacakan surat Yaasiin (di atasnya), maka ia akan diampuni (dosa)nya sebanyak ayat atau huruf yang dibacanya” Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adiy (I/286), Abu Nu’aim dalam kitab Akhbaru Ashbahan (II/344-345) dan ‘Abdul Ghani al-Maqdisi dalam Sunannya (II/)91 dari jalan Abu Mas’ud Yazid bin Khalid. Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sulaim ath-Thaifi, dari Hisyam bin ‘Urwah, dari ayahnya, dari ‘Aisyah, dari Abu Bakar secara marfu.

Hadist di atas palsu, dalam hadits ini ada ‘Amr bin Ziyad Abul Hasan ats-Tsaubani. Kata Ibnu ‘Adiy: “Ia sering mencuri hadits dan menyampaikan hadits-hadits yang BATHIL.” Setelah membawakan hadits ini, Ibnu ‘Adiy berkata: “Sanad hadits ini BATHIL, dan Amr bin Ziyad dituduh oleh para ulama memalsukan hadits.” Kata Imam Daruquthni: “Ia sering memalsukan hadits.”

Hadist-hadist di atas sering dijadikan sebagai sandaran amalan membaca surat Yaasiin, dan jelaslah sudah bahwa semua itu adalah perbuatan bid`ah.

Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany berkata: “Membacakan surat Yaasiin ketika ada orang yang sedang dalam keadaan naza’ dan membaca al-Qur'an (membaca surat Yaasiin atau surat-surat lainnya) ketika berziarah ke kubur adalah BID’AH DAN TIDAK ADA ASALNYA SAMA SEKALI DARI SUNNAH NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM YANG SAH

Wallahu ta`ala a`lam

Minggu, 11 Mei 2008

KESALAHAN SEPUTAR SHOLAT

KESALAHAN SEPUTAR SHOLAT

Sering tidak kita sadari, mengikuti kebiasaan kebanyakan orang di antara kita, padahal apa yang kita lakukan itu adalah kesalahan besar, terlebih dalam masalah ibadah.

Berikut beberapa kesalahan yang sering dilakukan setelah kita menunaikan sholat:

  1. Mengusap muka

Tidak ada tuntunan dari Rasulullah salallahu`alaihi wassalam tentang hal itu, dan ini dibenarkan oleh Syeikh Al-Bani dalam kitabnya Silsilah Al-haadiist Adh-dha`iifah wa Maudhuu`ah(no. 660)

  1. Berdo`a dan berdzikir berjamaah dengan dipimpin imam

Hal ini banyak diterangkan oleh ulama sebagai suatu amalan bid`ah seperti dalam Fataawa al-Lajnah ad-Daa-imah, Fataawa Syeikh bin Baz dll.

  1. Berdzikir dengan bacaan yang tidak ada nash/dalilnya baik lafazh maupun jumlah, atau berdzikir dengan dasar hadist yang dho`if

CONTOH: Membaca Al-fatihah setelah salam, membaca alhamdulillah selesai salam.

  1. Menghitung dzikir dengan biji-bijian tasbih.

Tidak ada satupun hadist yang shohih tentang hal tersebut di atas, bahkan sebagian palsu

عن عبد الله بن عمرورضي الله عنهما قل:رايت رسول الله صلى الله عليه وسلم يعقد التسبيح بيمينه

Dari Abdullah bin Amr: Aku melihat rasulullah menghitung bacaan tasbih (dengan jari-jari) tangan kanannya . (HR. Abu Daud dengan sanad shahih)

  1. Berdzikir dengan suara keras

Hal ini justru bertentangan dengan Al-Qur`an Surat Al-A`raaf ayat 55 dan 205

  1. Mendawamkan/merutinkan do`a dan mengangkat tangan ketika berdo`a padahal tidak ada satupun contoh dari Rasulullah
  2. Saling berjabat tangan, hal ini tidak dilakukan oleh Rasulullah maupun sahabat bahkan tidak ada hadist shahih yang menceritakan perihal itu. Jika ini adalah kebaikan pasti berita itu akan sampai pada kita.

Diambil dari Buku Dzikir Pagi Petang karya Ustd. Yazid bin Abdul Qodir Jawas

Rabu, 23 April 2008

Menjadi Penggemar Berat Rasulullah Salallahu `alaihi wa `ala alihi wassalam

Hampir tidak asing syair-syair tentang pujian kepada Rosulullah Muhammad Salallahu `alaihi wa `ala alihi wassalam kita dengar sepanjang waktu, apakah melalui lantunan nasyid atau "sholawat-sholawat". Banyak orang mengatakan dirinya sebagai pengikut Rosulullah Muhammad dengan banyak cara mengekspresikan rasa cintanya kepada Beliau.

Lalu apakah yang mereka lakukan selama ini benar-benar bukti kecintaan kepada RasulullahSalallahu `alaihi wa `ala alihi wassalam?

Mencitai Rasulullah adalah kewajiban bagi kita kaum beriman sebagaimana hadist “Tidaklah sempuma iman dari salah seorang dari kalian sampai aku lebih dia cintai daripada anaknya, orang tuanya dan segenap manusia.” (Muttafaq ‘alaih).
Dalam riwayat lain disebutkan “Bahawasanya Umar bin al-Khaththab berkata, “Wahai Rasulullah, sungguh engkau adalah orang yang lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali dari diriku sendiri.” Maka Nabi bersabda, “Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidaklah sempurna iman salah seorang di antara kalian sehingga aku lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri.” Lalu Umar berkata kepada Nabi s.a.w., “Sesungguhnya engkau (wahai Rasulullah), kini menjadi orang yang lebih aku cintai daripada diriku sendiri.” Maka Nabi bersabda, “Sekarang (telah benar engkau) wahai Umar.” (Hadits Riwayat al-Bukhari).

Tidak ada cara lain dalam mencintai Rasulullah Salallahu `alaihi wa `ala alihi wassalam kecuali dengan mengikuti semua perintahnya, meninggalkan semua larangannya, membenarkan semua ucapannya dan beribadah sesuai tuntunannya. Ini adalah adab cinta sebagaimana yang telah dicontohkan para salafussholeh kaum terbaik setelah Rosulullah Salallahu `alaihi wa `ala alihi wassalam.

Tidak ada rasa cinta yang ditunjukkan kepada Rasulullah sedalam rasa cita para sahabat dan tabi`in. Ini adalah rujukan terbaik untuk kita yang awam dalam mengapresiasikan cinta kepada Rasulullah Salallahu `alaihi wa `ala alihi wassalam. Mereka tidak pernah berlebih-lebihan dalam menunjukkan rasa cinta kepada Rasulullah, karena memang Rasulullah melarang itu. Rasulullah bersabda “Janganlah kalian berlebih-lebihan memujiku, sebagaimana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan memuji (‘Isa,) putera Maryam. Aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah, ‘Abdullah wa Rasuluh (hamba Allah dan Rasul-Nya)’.” (Muttafaq ‘alaih).

Kenyataannya banyak diantara kita yang berlebihan dalam menyanjung Beliau (ghuluw) dan dalam memujinya (ithra). Diantara mereka membuat syair-syair pujian yang bathil yang Rosul dan sahabat tidak pernah mencontohkan. Sholawat-sholawat yang tidak jelas sumbernya bertebaran menjadikan kita lalai kepada hakekat cinta sesungguhnya.
Allah Subhanahu wata`ala berfirman "Janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu.” (an-Nisa: 171).
Dalam riwayat lain disebutkan
Ketika sebagian sahabat berkata kepada beliau, ‘Engkau adalah sayyid (penghulu) kami!” Spontan Nabi menjawab,

Sayyid (penghulu) kita adalah Allah Tabaraka wa Ta ala.” (Hadits Riwayat Abu Daud)

Demikian pula ketika mereka mengatakan, “Dan engkau adalah orang yang palirg utama dan paling agung kebaikannya!” Serta merta beliau mengatakan,

Katakanlah sesuai dengan apa yang biasa kalian katakan, atau seperti ucapan kalian dan janganlah sampai kalian terseret oleh syaitan.” (Hadits Riwayat Abu Daud dengan sanad jayyid)

Sebagian orang berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah! Wahai orang yang terbaik di antara kami dan putera orang yang terbaik di antara kami! Wahai sayyid (penghulu) kami dan putera penghulu kami!” Maka seketika Nabi bersabda,

Wahai manusia, ucapkanlah dengan ucapan (yang biasa) kalian ucapkan! Jangan kalian terbujuk oleh setan! Aku (tak lebih) adalah Muhammad bin Abdullah, hamba Allah dan Rasul-Nya. Aku tidak menyukai kalian menyanjungku di atas darajat yang Allah berikan kepadaku.” (Hadits Riwayat Ahmad dan an-Nasa’i).

Jelas sudah adalah perkara yang bathil ketika orang bersholawat dan menyanjung Rasulullah dengan kata-kata yang dilebihkan dan diada-adakan. Bahkan Rosulullah membenci semua perbuatan itu. Wallahuta`ala `alam.



Selasa, 15 April 2008

Tegakkan Sunnah, Tinggalkan Bid`ah

Syarat suatu ibadah dikatakan benar adalah dilaksanakan dengan ikhlas dan adanya petunjuk dari Rasulullah sesuai hadistnya yang shaheh berdasarkan pemahaman sahabat. Di antara kita banyak yang terjebak mansyuk mengerjakan amalan yang kemudian diklaim sebagai suatu ibadah padahal Rosulullah tidak pernah mengerjakannya. "barang siapa mengerjakan suatu amalan yang bukan perintah dariku (Rosulullah) maka akan tertolak" hadist riwayat muslim.
Mengerjakan amalan tanpa ada tuntunan dan perintah dari Rosululloh tidak hanya akan ditolak tetapi juga diancam dengan neraka sesuai dengan hadist "setiap perkara yang baru dalam agama adalah bid`ah, setiap bid`ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan adalah neraka".
Blogg ini akan membantu secara sederhana mengupas persoalan-persoalan sehari-hari agar kita tidak tersesat dalam ritual yang mengada-ada, InsyaAllohuta`ala.